KHUTBAH IDUL ADHA - BERKUBAN DEMI PERSATUAN DAN KESATUAN UMAT ISLAM DI BAWAH NAUNGAN KHILAFAH

سم الله الرحمن الرحيم

KHUTBAH IDUL ADHA

BERKUBAN DEMI PERSATUAN
DAN KESATUAN UMAT ISLAM
DI BAWAH NAUNGAN KHILAFAH

اللهُ أكْبَرُ   × 9

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ. أَشْهَدُ ألاَّ إِلَهَ إِلاًّ أنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ وأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ. اللهم صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مَنْ سَنَّ بِقَوْلِهِ: «أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلاًَ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُـوعٌ »، وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ وَمَنْ وَالاَهُ..

أما بعد، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتَهِ كَمَا جَاءَ فِيْ قَوْلِهِ: ]أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ [ ،

Allâhu Akbar 9X, Lâ ilâha illaLlâhu HuwaLlâhu Akbar, Allâhu Akbar WaliLlâhil hamd.

Ma'âsyiral Muslimîn RahimakumuLlâh,

Pagi ini umat Islam di seluruh dunia menyambut dan merayakan hari yang agung ini dengan alunan takbîr, tahmîd, tashbîh, dan tahlîl. Tak hanya hari ini, kalimat thayyibah itu akan terus menggema selama hari tasyrîq. Semua kalimat yang dilantunkan itu dapat menggugah kembali kesadaran kita akan status kita sebagai hamba Allah yang wajib mengabdi kepada-Nya. Maka marilah kita mengagungkan, memuliakan, dan membesarkan Asma Allah yang memelihara langit dan bumi serta segala isinya. Dan marilah kita mantapkan langkah untuk meniti jalan takwa. 

Saat ini jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia juga sedang berkumpul di tanah suci memenuhi panggilan ilahi, menunaikan ibadah haji. Lautan manusia itu membuat panorama amat menakjubkan. Sekalipun mereka beraneka ragam suku, bangsa, bahasa, dan warna kulit, namun mereka berbaur, berpadu, dan menyatu dalam menjalankan syariat Allah SWT. Mereka seretak menyatakan kesediaannya untuk memenuhi panggilan Allah:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Aku datang untuk penuhi panggilan-Mu ya Allah, Aku datang untuk penuhi panggilan-Mu, Aku datang untuk penuhi panggilan-Mu; tiada seukutu bagi-Mu, Aku datang untuk penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kekuasaan hanya milik-Mu; tiada sekutu bagi-Mu.

Tak nampak ada perselisihan, percekcokan, dan permusuhan di antara mereka. Sebaliknya, segala atribut yang biasanya menjadi biang perpecahan dan percekcokan ditanggalkan. Warna pakaian yang mereka kenakan, aktivitas ibadah yang mereka kerjakan, dan lantunan kalimat yang mereka ucapkan benar-benar menunjukkan bahwa mereka adalah ummat yang satu. Ummat yang dipersatukan oleh akidah Islam. Sungguh, sebuah pemandangan yang membahagiakan hati orang-orang beriman, yang senantiasa merindukan persatuan dan kesatuan.

Sementara umat Islam di tempat lain, di seluruh dunia, juga tak mau ketinggalan. Sambil melantunkan takbir, mereka beramai-ramai mendatangi lapangan atau masjid, tempat shalat ied diselenggarakan. Ketika shalat berlangsung, mereka berjajar rapi menghadap kiblat yang sama dan bergerak serentak mengikuti komando seorang imam. Sambil bersimpuh mengagungkan Asma Allah, mereka menyimak uraian ayat-ayat-Nya yang disampaikan khathib. Usai shalat, dilanjutkan dengan penyembelihan dan pembagian hewan kurban. Di antara umat Islam yang mampu, menyisihkan sebagian hartanya untuk berkurban. Daging hewan kurban itu pun lantas dibagikan kepada masyarakat luas. Rangkaian peristiwa ini juga mengukuhkan, bahwa umat Islam adalah umat yang satu. Umat yang memiliki Rabb yang sama, Rasul yang sama, Kitab Suci yang sama, dan kiblat yang sama.

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhil hamd

Ma'âsyira al-Muslimîn Ra himakumullâh,

Sungguh amat disayangkan, persatuan yang diperlihatkan dalam ibadah haji dan hari raya 'Idul Adha ini justru kontras dengan realitas keseharian umat Islam saat ini. Persatuan umat Islam kini sedang terkoyak. Terlebih setelah runtuhnya Khilafah Islam di Turki, tepat pada tanggal 28 Rajab 1342 H, bertepatan dengan 3 Maret 1924 M, dan Barat pun berhasil meracuni umat dengan paham Nasionalisme, sehingga merobek persatuan dan kesatuan mereka.

Umat Islam yang sebelumnya bersatu padu dalam satu kepemimpinan Khilafah, kini terpecah belah menjadi lebih dari lima puluh negara kecil. Masing-masing sibuk dengan urusannya dan tidak peduli dengan nasib saudaranya di negara lain. Akibatnya, musuh-musuh mereka dengan mudah menghancurkannya, satu persatu.

Ketika Irak diserbu Amerika, tak ada satu pun negeri Muslim yang membantunya. Sebaliknya, sebagian negara di Timur Tengah justru menyediakan fasilitas pangkalan militer untuk tentara Amerika. Dari pangkalan itulah, AS dan sekutu-sekutunya leluasa menggempur Irak. Akibatnya, tak terhitung nyawa kaum Muslim menjadi korban; bekas ibukota Khilafah Abassiyyah itu pun porak-poranda oleh kebiadaban tentara AS dan sekutunya.

Nasib serupa juga menimpa Afghanistan. Ketika negara itu digempur AS dan sekutunya, umat Islam di seluruh dunia juga tidak bisa berbuat banyak. Justru sebaliknya, penguasa Pakistan menyerahkan daerahnya kepada AS untuk memudahkan negara Kafir penjajah itu membombardir Afghanistan. Sebagian umat Islam di Afghanistan pun berhasil ditipu untuk memuluskan jalan mereka menjajah negaranya.

Libanon; ketika negeri itu dihujani rudal-rudal Israel, negeri-negeri Muslim yang lain juga tak tergerak menolongnya. Sebagian malah sibuk mengecam Hizbullah yang dianggap memprovokasi Israel melakukan penyerangan. Bahkan, pemerintah Libanon sendiri pun tidak memberikan dukungan apapun terhadap Hizbullah. Jangan persenjataan dan logistik, dukungan moral pun tidak. Sungguh aneh memang.

Kasus Palestina bisa dijadikan contoh lain. Rakyat negeri itu terpaksa harus berjuang sendiri untuk menghadapi kebrutalan dan kebiadaban Israel yang didukung oleh seluruh kekuatan negara penjajah di dunia, termasuk PBB. Akibatnya, jangankan mengusir Israel dari negeri Muslim, sekadar menghentikan kebrutalan serdadu Israel saja tidak bisa. Sementara negara-negara Muslim lainnya, bukan saja tidak membantu, mereka justru berlomba memberikan pengakuan tentang keabsahan eksistensi Israel di bumi penuh berkah itu, lalu mengadakan hubungan diplomatik dan kerjasama   di berbagai bidang dengan negara zionis itu.

Potret buram persatuan umat Islam kian diperparah dengan pertikaian antar kelompok akibat perbedaan madzhab, partai, dan kepentingan. Akibatnya, mereka mudah diadu domba oleh musuh-musuhnya. Kasus pertikaian sesama Muslim di Irak, antara Syiah dan Sunni di Shadr City beberapa waktu lalu ---yang menewaskan ratusan nyawa kaum Muslim yang tak bersalah--- adalah gambaran betapa persatuan umat ini telah terkoyak.

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhil hamd

Ma'âsyira al-Muslimîn Ra himakumullâh,

Pertanyaan yang patut diajukan adalah, mengapa realitas mengenaskan seperti ini bisa terjadi?

Jika dikaji dengan cermat, semunya berpangkal pada sikap umat Islam sendiri yang telah mengabaikan   prinsip-prinsip penting dalam persatuan yang digariskan oleh Islam.

Pertama , dasar persatuan. Umat Islam saat ini telah diracuni oleh paham-paham yang menjadikan selain akidah Islam sebagai dasar persatuan dan kesatuan mereka, seperti paham kesukuan, kebangsaan, Patriotisme, dan sejenisnya. Padahal, paham-paham inilah yang telah menghancurkan persatuan umat Islam. Sebab, ketika kesamaan etnis, suku, bangsa, dan sejenisnya dijadikan dasar persatuan, loyalitas dan pembelaan terhadap bangsa akan mengalahkan loyalitas mereka terhadap Islam dan kaum Muslim.

Ini jelas merupakan penyimpangan terhadap ketentuan Islam, yang menggariskan akidah Islam sebagai dasar persatuan dan kesatuan mereka, sebagaimana firman Allah SWT:

إِنَّمَا الْمًؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara (QS al-Hujurat [49]: 10).

Rasulullah saw bersabada:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ

Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak boleh mendzaliminya dan tidak akan membiarkannya (dizhalimi) (Muttafaq 'alaih)

Dengan demikian, siapa pun yang berakidah Islam, tanpa memandang latar belakang; suku, bangsa dan bahasa adalah saudara. Sedemikian eratnya persatuan itu, hingga Rasulullah saw mengumpakan mereka laksana satu tubuh, yang jika ada salah satu organ yang sakit, seluruh tubuh ikut merasakan demam dan tidak bisa tidur (Hr. Muslim).

Sebaliknya, setiap paham yang menjadikan selain akidah Islam sebagai dasar persatuan dan kesatuan itu dinyatakan oleh Nabi sebagai muntinah (busuk), dan dengan keras dilarang oleh Rasulullah saw.:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

Tidak termasuk golongan kami orang-orang yang berseru kepada ashabiyyah, yang berperang karena ashabiyyah, dan mati karena ashabiyyah (HR Abu Dawud).

Apabila umat Islam kembali menjadikan akidah mereka sebagai dasar persatuan dan kesatuan mereka, niscaya realitas menyedihkan seperti ini tidak akan terjadi. Sejarah telah membuktikan, akidah Islamlah yang mempertautkan hati suku Aus dan Khajraj di Madinah. Padahal, sebelumnya kedua suku itu saling bermusuhan berpuluh-puluh tahun. Akidah ini pula yang berhasil mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Kendati mereka berasal dari suku dan tanah air yang berbeda, namun mereka bisa bersatu. Ikatan akidah ini pula yang mempersatukan seluruh umat Islam di seluruh dunia selama berabad-abad hingga menjadi umat yang paling kuat dan disegani dalam sepanjang sejarah.

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhil hamd

Ma'âsyira al-Muslimîn Ra himakumullâh,

Kedua , manifestasi persatuan. Sebagaimana kita saksikan, umat Islam saat ini telah terpecah menjadi lebih dari lima puluh negara. Sekat-sekat nation state itu menghancurkan umat Islam sebagai satu entitas. Wujud persatuan dan persaudaraan Islam juga tidak bisa dimanifesatasikan secara riil dalam kehidupan mereka. Kalaupun masih tersisa, hanya sebatas dalam aktivitas ritual dan bersifat emosional.

Realitas ini juga merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Islam. Sebab, Islam mewajibkan umatnya bersatu dalam satu payung kekuasaan, yakni Khilafah Islam. Umat Islam dilarang memiliki lebih dari satu negara. Rasulullah saw bersabda:

إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخَرَ مِنْهُمَا

Apabila dibai'at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya" (HR Muslim).

Hadits ini secara tegas melarang dualisme kekuasaan dalam Khilafah. Jika itu terjadi, maka khalifah yang paling akhir dibaiat harus ditolak. Jika masih bersikukuh dan tidak mau berhenti, umat Islam dipersilakan menggunakan kekuatan senjata. Sikap tegas ini menunjukkan, haramnya membagi negara khilafah menjadi dua atau lebih.

Kesatuan dan keutuhan negara itu harus terus terus dijaga dan dipertahankan umat Islam hingga Hari Kiamat. Setiap upaya yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan umat dan negara harus dihancurkan. Pelakunya harus dihukum keras. Rasulullah saw juga bersabda:
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الآخَرِ

Siapa saja yang telah membai'at seorang imam, lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaklah mentaatinya jika mampu. Apabila ada orang lain yang hendak merebutnya maka penggallah leher orang itu (HR Muslim dan Abu Daud).

Rasulullah saw juga bersabda:

مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ

Siapa saja yang datang kepada kamu sekalian --- sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang (Khalifah)--- kemudian dia hendak memecah-belah kesatuan jama'ah kalian, maka bunuhlah dia (HR Muslim dari Arfajah).

Dengan bersatunya umat Islam di bawah satu payung kekuasaan, maka umat Islam akan menjadi kuat sebagaimana yang pernah digambarkan oleh Rasulullah saw:

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

Seorang Mukmin bagi Mukmin yang lain itu laksana bangunan yang masing-masing bagian akan menguatkan bagian lainnya (HR Ahmad, al-Tirmidzi, dan al-Nasa'i).

Sejarah juga telah membuktikan, selama 13 abad kaum Muslim menjadi umat yang kuat dan disegani musuh-musuhnya karena mereka berada dalam naungan Khilafah. Sebaliknya setelah Khilafah dibubarkan, umat Islam menjadi lemah dan mudah diperdaya oleh musuh-musuhnya.

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhil hamd

Ma'âsyira al-Muslimîn Ra himakumullâh,

Sirnanya persatuan umat dalam kehidupan nyata sebenarnya hanya merupakan salah satu akibat tidak adanya Khilafah. Masih banyak problem lain yang diakibatkan ketiadaan Khilafah.

Ketiadaan Khilafah itu juga telah mengakibatkan bercokolnya pemikiran dan hadhârah (peradaban), akhlak, dan gaya hidup Barat di tengah-tengah umat. Akidah Islam yang merupakan satu-satunya akidah yang shahih justru ditanggalkan oleh sebagian putra-putri kaum Muslim,  dan diganti dengan akidah Sekularisme dan ide-ide turunannya yang mendatang malapetaka bagi umat manusia.

Ketiadaan Khilafah juga mengakibatkan berbagai problem ekonomi. Kemiskinan yang melanda dunia Islam –--padahal negeri-negeri Islam menyimpan kekayaan melimpah--- adalah akibat diterapkannya sistem ekonomi Kapitalis. Para penguasa yang sangat korup dan membiarkan kekayaan negerinya dijarah dan dikuras oleh kaum Kafir penjajah, sembari memberikan sedikit untuk para antek dan kompradornya itu kian menambah parah persoalan.

Merosotnya moralitas, tingginya angka kriminalitas, dan merebaknya berbagai kemungkaran dan kemaksiatan adalah produk sistem Kufur yang melingkupi mereka. Jika ada Khilafah, semua itu tentu akan bisa dicegah. Khilafah akan membasmi kerusakan yang nampak di tengah-tengah masyarakat, memelihara akidah, serta akan mencegah seluruh penyimpangan, khurafat dan bid'ah yang merusak akidah. Lebih dari itu, Khilafah akan membentuk masyarakat yang dibangun dan diliputi keimanan.

Ketiadaan Khilafah nyata telah memuluskan negara-negara Kafir Barat untuk menancapkan cengkraman mereka terhadap kaum Muslimin, merampok kekayaan alamnya, menginjak-injak kehormatan Islam dan kaum Muslimin, bahkan mengusir dan membantai rakyatnya. Ironisnya justru semuanya itu dilakukan dengan bantuan kaum Muslim yang rela menjadi antek dan komprador mereka. Rasulullah saw bersabda:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى

Sesungguhnya seorang imam (khalifah) adalah perisai. Di guinakan perang oleh orang yang ada di baliknya dan berlindung dengannya (HR Ahmad dan al-Nasa'i).

Demi Allah , berbagai problem yang yang sekarang mendera kaum Muslimin itu  tidak akan terjadi jika sistem Khilafah masih tegak. Karena, Khilafah bukan hanya sistem pemerintahan, tetapi juga berfungsi sebagai penjaga akidah, pelaksana syariah, penegak agama, pemersatu barisan kaum Muslimin, pemelihara negeri-negeri Islam, pengemban risalah,  dan pemimpin umat dalam berjihad fisabilillah ke seluruh dunia.

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhil hamd

Ma'âsyira al-Muslimîn Ra himakumullâh,

Khilafah adalah kepemimpinan umum (universal) bagi kaum Muslimin di seluruh dunia untuk melaksanakan syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.

Demi Allah , Islam telah mewajibkan umat ini untuk menegakkan Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah. Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ مَاتَ لَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّة

Barang siapa mati, sementara di atas pundaknya tidak ada bai'at, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.

Khutbah 'Idul Adha
Merenungi Makna Haji Dan Qurban

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Hari ini kita sedang berada di musim haji. Jutaan manusia yang terpanggil oleh seruan Nabi Ibrahim as, hari ini sedang melaksanakan ibadah yang mulia ini. Sebentar bagi tetesan darah qurban akan membasahi persada bumi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala pastilah mengandung makna, bukan hanya filsafat yang hampa apalagi sandiwara yang sia-sia. Dia akan membuahkan nilai-nilai yang berguna baik bagi pribadi dan masyarakat apabila dilaksanakan secara benar sesuai dengan tuntunan-Nya.
Marilah kita renungi makna yang terkandung dalam ibadah haji dan qurban ini.
Salah satu makna terbesar yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah haji adalah tentang persatuan dan kesatuan umat. Ajaran ini tercermin sejak orang yang melaksanakan ibadah haji memasuki miqat. Di sini mereka harus berganti pakaian karena pakaian melambangkan pola, status dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan "batas" palsu yang tidak jarang menyebabkan "perpecahan" di antara manusia. Selanjutnya dari perpecahan itu timbul konsep "aku", bukan "kami atau kita", sehingga yang menonjol adalah kelompokku, kedudukanku, golonganku, sukuku, bangsaku dan sebagainya yang mengakibatkan munculnya sikap individualisme. Penonjolan "keakuan" adalah perilaku orang musyrik yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah agama mereka dan mereka menjadi beberapa partai. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka" (QS. Ar-Ruum 31-32)

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Mulai dari miqat mereka mengenakan pakaian yang sama yaitu kain kapan pembungkus mayat yang terdiri dari dua helei kain putih yang sederhana. Semua memakai pakaian seperti ini. Tidak ada bedanya antara yang kaya dan yang miskin, yang cukup makan dan yang kurang makan, yang dimuliakan dan yang dihinakan, yang bahagia dan yang sengsara, yang terhormat dan orang kebanyakan, yang berasal dari Barat dan yang berasal dari Timur, mereka memakai pakaian yang sama, berangkat pada waktu dan tempat yang sama dan akan bertemu pada waktu dan tempat yang sama pula. Mereka beraktifitas dengan aktivitas yang sama dan menggunakan kalimat yang sama.

"Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, akau penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kekuatan hanyalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu."
Manusia yang tadinya terpecah-pecah dalam berbagai ras, nation, kelompok, suku dan keluarga dengan ibadah haji diphimpun oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan berbagai faktor kesamaan agar mereka menjadi satu. Hal ini mengisyaratkan bahwa segala problematika umat Islam akan dapat terselesaikan secara mendasar apabila mereka bersatu dan bersama-sama dalam bersikap dan berbuat, sebagaimana jawaban Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam kepada Hudzaifah bin Yaman, ketika dia menanyakan bagaimana cara menyelesaikan problematika yang dihadapi oleh umat Islam. Beliau bersabda:

"Hendaknya engkau tetap dalam Jama'ah Muslimin dan Imam mereka" (HR. Bukhari)
Jama'ah merupakan wujud kebersamaan dan Imamah merupakan wujud kesatuan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.
Problematika umat Islam abad ini tidak lain karena mereka telah jauh dari ajaran Islam, telah jauh dari Al-Qur`an dan jauh dari Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Problema-problema umat Islam semakin hari semakin bertambah banyak dan kompleks.
Inti dari problematika ini pada hakikatnya adalah krisis rohani yang sedang melanda umat Islam. Mereka tidak mengamalkan ajaran dan hukum Islam secara konsekuen sedang tokoh-tokoh Islam semakin jauh dari ajaran Islam. Mereka hanya menggunakan ajaran Islam untuk kepentingan pribadinya. Mereka tidak dapat memeberikan contoh yang baik bagi para pengikutnya. Pada akhirnya Islam tidak lagi dipercayai dapat menyelesaikan problematika umat manusia. Ini adalah akibat perilaku umat Islam, khususnya para tokohnya yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Padahal sebenarnya di tangan umat Islamlah terletak tanggung jawab menyelesaikan problematika umat manusia sebagaimana yang dibuktikan umat Islam di masa kejayaannya ketika mereka konsekuen dengan ajarannya. Islamlah satu-satunya ajaran yang dapat menyelesaikan problematika umat manusia. Namun sayang umat Islam sendiri sedang menghadapi problema internal yang diakibatkan oleh perpecahan dan tersobek-robeknya kesatuan.
Keadaan seperti ini akan terus berlangsung selama umat Islam masih tetap dalam perpecahan dan tidak berkehendak mencari jalan keluarnya.
Mudah-mudahan dengan merenungi makna ibadah haji ini umat Islam menjadi sadar, betapa pentingnya kebersamaan dan kesatuan dengan kembali menetapi Jama'ah Muslimin dan Imam mereka sebagaimana yang telah ditetapi oleh sebagian umat Islam sejak tahun 1372 H/1953 M dengan wujud Jama'ah Muslimin (Hizbullah).
Sedangkan kita yang telah berada di dalam Jama'ah hendaknya menyadari betapa besar tanggung kita dalam menyelesaikan problematika umat manusia dewasa ini. Jangan sampai merasa bahwa telah menetapi Jama'ah persoalan telah selesai. Menetapi al-Jama'ah baru merupakan langkah awal untuk menyelesaikan problematika-problematika besar lainnya yang menghadang umat Islam, seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan sebagainya. Oleh karena itu kaum muslimin yang sudah berada di dalam al-Jama'ah tidak boleh santai dan hanya main-main. Apabila tidak bersungguh-sungguh, pasti Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengganti dengan kaum yang lebih baik, yang mampu memikul tanggung jawab yang sangat besar ini. Allah berfirman:

"Hai orang yang beriman barangsiapa di antara kamu yang berbalik dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut kepada orang-orang yang beriman, yang bersikap keras kepada orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang Maha Luas lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-Maidah: 54).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.
Kesatuan dan kebersamaan umat Islam akan terwujud apabila kita, di samping mampu menangkap makna ibadah haji, kita juga mampu menangkap makna ibadah qurban dan kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Mempersatukan umat Islam memang tugas besar dan berat oleh karena itu membutuhkan pengorbanan yang besar dan berat pula.
Sebagaimana kita ketahui ibadah qurban ini bermula dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya semata wayang Nabi Ismail as.
Dalam hal ini digambarkan oleh sebuah hadits sebagai berikut:

"Para sahabat bertanya, "apakah maksud qurban ini?" Beliau menjawab, "Sunnah Bapakmu, Ibrahim." Mereka bertanya, "apa hikmahnya bagi kita?" Beliau menjawab, "Setiap rambutnya akan mendatangkan satu kebaikan." Mereka bertanya, "Apabila binatang itu berbulu?" Beliau menjawab, "Pada setiap rambut dari bulunya akan mendatangkan kebaikan" (HR. Ahmad).
Diriwayatkan oleh para ahli tarikh, bahwa kehidupan Nabi Ibrahim adalah kehidupan penuh dengan perjuangan, keterlunta-luntaan, jihad dan perang melawan kebodohan kaumnya, kefanatikan penyembah berhala termasuk ayahnya sendiri, penindasan Namrudz sedang istrinya sendiri Sarah, yang mandul adalah seorang ningrat yang fanatik.
Sebagai seorang nabi yang menyerukan Tauhid, Ibrahim melaksanakan tugas berat dalam sebuah masyarakat yang tiran dan penuh perlawanan. Namun setelah seabad lamanya menanggungkan segala macam derita dan siksaan, ia berhasil menanamkan kesadaran ke dalam diri manusia-manusia akan cinta kemerdekaan dan keberagamaan.
Setelah tua Ibrahim menjadi kesepian. Sebagai manusia ia ingin mempunyai anak. Istrinya mandul sedang ia sendiri telah berusia seabad lebih. Ia tidak berpengharapan. Ia hanya dapat mendambakan. Allah akhirnya melimpahkan karunia-Nya kepada lelaki tua ini karena ia telah mengabdikan seluruh hidupnya dan karena ia telah menanggungkan penderitaan demi menyebarluaskan syari'at-Nya. Melalui hamba perempuannya yang hitam dari Ethiopia yang bernama Hajar, Dia mengaruniai Ibrahim dengan seorang putra, Ismail. Allah berfirman:

"Maka Kami gembirakan dia dengan seorang anak yang sangat penyantun" (QS. Ash-Shaffat: 101).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.
Ismail bukanlah hanya seorang putra bagi ayahnya. Ismail adalah buah dambaan Ibrahim seumur hidupnya. Sebagai seorang putra tunggal dari seorang lelaki tua yang telah menanggungkan penderitaan berkepanjangan, Ismail adalah yang paling dicintai oleh ayahnya. Namun tanpa diduga, Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya, harapan dan dambaan hidupnya yang paling dicintai itu. Betapa goncang jiwa Ibrahim ketika menerima perintah ini. Setelah perintah itu ia sampaikan kepada anaknya dan anaknya menerimanya, akhirnya kedua hamba Allah ini pasrah melaksanakan perintah Allah ini. Allah menggambarkan peristiwa yang sangat dramatis ini dengan firman-Nya:
"Tatkala keduanya telah pasrah dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya. Dan Kami panggil dia. "Hai Ibrahim, kamu telah membenarkan mimpi (perintah) itu, sesungguhnya demikianlah Kami membalas kepada orang-orang yang berbuat baik" (QS. Ash-Shaffat: 102)
Kemudian Allah menebus Ismail dengan seekor sembelihan yang besar dan inilah yang diabadikan dengan syari'at qurban hingga saat ini.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah.
Jadi qurban adalah perlambang kesediaan seseorang untuk mengorbankan barang yang paling dicintai dalam rangka mengabdikan diri di jalan Allah.
Untuk mewujudkan kesatuan umat dan mengatasi problematika umat ini memang membutuhkan pengorbanan, tanpa pengorbanan mustahil hal itu akan terwujud. Oleh karena itu marilah kita qurban harta kita, jiwa dan raga kita, harga diri kita, keluarga kita, waktu kita, profesi dan jabatan kita demi terwujudnya kesatuan umat dan terselesaikannya problematika yang melilit umat Islam dewasa ini. Jangan sampai barang-barang yang kita cintai tersebut menghalangi kita untuk berjihad mewujudkan perjuangan yang besar ini. Insya Allah apa yang kita qurbankan pasti akan diganti oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman:

"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya" (QS. Saba: 39).
Semoga kita mampu mengamalkannya, Amin Ya Robbal 'Alamin.

Ibadah Qurban: Penguatan Tauhid dan Kepedulian Sosial
Oleh: Drs. H. Syamsul Hidayat, M.Ag.
Wakil Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah

Jamaah Idul Adha Rahimakumullah,

Dalam situasi yang penuh khidmat dalam kita mengagungkan Asma Allah, menyambut Hari Idul Adha 1426 ini, marilah kita bersama-sama bersyukur kepada Allah Swt., sambil terus berintrospeksi diri, sudah sejauh mana kita telah menunaikan kewajiban-kewajiban kita terhadap Allah Swt.

Selanjutnya marilah kita merenungkan dan menghayati firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah, dengan taqwa yang sesungguhnya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam Islam (penyerahan diri kepada Allah). (Ali Imran: 102)

Ayat tersebut mengandung tiga unsur yang sangat mendasar dalam kehidupan umat manusia, yaitu: Iman, Taqwa dan Islam. Tiga masalah tersebut merupakan kajian esensial yang menyentuh rohaniah sekaligus jasmaniah manusia atau menyangkut mental, spiritual dan moral. Hal mana merupakan identitas bagi hakikat dan nilai manusia.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Hari Raya Idul Adha memiliki makna yang sangat dalam bagi kehidupan rohani sekaligus jasmani manusia.

Pertama, pada hari raya ini, bahkan sejak beberapa hari sebelumnya, jutaan umat manusia dari berbagai penjuru dunia mendatangi panggilan Allah untuk melaksanakan ibadah Haji. Mereka bersatu padu dalam irama talbiyah:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْك، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Kemudian disertai dengan prosesi ibadah Hajji yang secara umum merupakan pelestarian dari ajaran nabi-nabi terdahulu, terutama mansak Nabi Ibrahim, yang sering dijuluki sebagai Abul Anbiyya (Bapak para Nabi) atau Khalilullah, kekasih Allah.

Kedua, bagi mereka yang tidak melaksankan Hajji, diperintahkan untuk melaksanakan ibadah Idul Adha. Mulai puasa di hari Arafah, menyertai jemaah hajji yang sedang wukuf, membaca takbir selama lima hari berturut-turut, shalat Id, dan menyembelih binatang kurban bagi yang memiliki kelonggaran rizki. Dalam ibadah ini manusia diajak oleh syariat Islam, untuk meneladani dua kekasih Allah, yakni Nabi Ibrahim A.S. dan Nabi Ismail A.S. yang telah lulus dari ujian yang maha berat.

Betapa tidak berat, pada kisah yang agung itu, Ibrahim yang telah lama merindukan datangnya seorang putra, hingga usianya yang lanjut ia harus mengalami pengalaman yang pahit. Sang anak yang dirindukannya berpuluh tahun itu, setelah menginjak dewasa dan menarik hatinya oleh Allah disuruh agar disembelihnya. Kisah ini ditunjukkan sangat jelas oleh firman Allah:

Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku anak yang salih.
Maka kami beri dia khabar gembira dengan hadirnya anak laki-laki yang amat halus perangainya. Maka tatkala anak itu telah mencapai umur dewasa, maka Ibrahim berkata kepadanya: "Wahai anakku sesungguhnya aku bermimpi diperintahkan agar aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ia menjawab: "Wahai ayahku, laksanakan apa-apa yang diperintah Allah kepadamu, insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai oang yang sabar".
Tatkala keduanya telah berserah diri (kepada Allah) dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya.
Kami panggilah dia: Wahai Ibrahim, sesungguhnya telah kamu benarkan mimpi itu, Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada yang-orang yang berbuat ihsan.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Dan Kami abadikan untuk ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
Keselamatan untuk Ibrahim,
Demikianlah Kami memberi balasan buat orang-orang yang berbuat ihsan.
Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

الله أكبر ولله الحمد،

Jamaah Idul Adha rahimakumullah,

Pada ayat tersebut diisyaratkan bahwa Ibrahim dan Ismail diuji dengan ujian yang amat berat, karena ia harus menghadapi dilema pilihan yang sama-sama berat, yaitu antara iman dan eman. Memilih iman berarti ia harus menyembelih anak yang sangat dicintainya. Dan kalau memilih eman, maka berarti ia tidak tunduk kepada Allah. Begitu juga Ismail, jika ia memilih iman berarti ia harus merelakan jiwanya untuk disembelih, dan jika memilih eman tentu ia termasuk orang-orang yang ingkar terhadap Allah. Namun, keduanya telah memenangkan imannya di atas eman-eman yang menghantuinya. Mereka berdua pun dengan penuh keikhlasan dan kesabaran tunduk melaksanakan perintah Allah.

Namun, ketika mereka telah memulai melaksanakan perintah itu, Allah pun memanggilnya dan melarang pelaksanaan penyembelihan tersebut, dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan yang besar. Kemudian peristiwa ini diabadikan oleh Allah dengan disyariatkannya ibadah Qurban atau udhiyah.

Ma'asyiral Muslimin, rahimakumullah,

Ibadah qurban adalah ibadah yang disunnahkan bagi setiap muslim yang memiliki kelonggaran rezeki  dalam bentuk menyembelih binatang qurban, yang selanjutnya, selain dimakan sebagiannya, dibagikan kepada umat disekelilingnya, terutama mereka yang sangat memerlukan, yaitu kaum dhuafa dan fakir miskin.

Namun, marilah kita mengambil makna yang lebih dalam dari ibadah qurban tersebut. Tidak sekedar tradisi menyembelih binatang dan membagikan dagingnya. Tetapi kita lakukan setidaknya dua hal, yaitu:

Pertama, menelusuri makna kalimah dan istilah qurban itu sendiri, dan kedua, mengambil essensi dari kisah agung yang dialami oleh Ibrahim dan Ismail di atas.

Istilah qurban dalam bahasa Al-Quran artinya dekat, yakni dekat dan mendekatkan diri kepada Allah. Mendekatkan diri kepada Allah adalah essensi semua ibadah yang dituntunkan Islam, baik ibadah khusus maupun umum. Karena hakekat ibadah adalah mendekatkan diri kepada-Nya dengan menjalankan dan tunduk kepada perintah-Nya dan menjauhi semua laranganNya, serta menjalankan segala yang diijinkan oleh-Nya, melalui ajaran Rasulnya, Muhammad SAW.

Maka sungguh tepat pernyataan Allah yang menegaskan bahwa dalam ibadah qurban itu bukanlah daging-daging sembelihan qurban itu yang akan sampai kepada Allah, tetapi ketaqwaan orang yang berqurban itulah yang akan sampai kepada Allah.

Dan Kami telah jadikan untuk kalian unta-unta itu bagian dari syiar Allah, yang didalamnya kamu mendapatkan kebaikan yang banyak. Maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati) makan maknlah sebahagiannya dan berilah makan orang yang rela apa adanya (tidak minta-minta) dan orang-orang yang minta-minta. Demikianlah kami tundukkan unta-unta itu bagimu agar kalian bersyukur.
Daging-daging sembelihan itu tidak akan sampai kepada (ridha) Allah, tetapi ketaqwaanmulah yang akan sampai kepada Allah. Demikianlah Allah menundukkannya untukmu, maka hendaklah kamu mengagungkan Allah atas apa yang telah ditunjukkan kepadamu, dan berilah kabar gembira orang-orang yang berbuat ihsan. (Al-Hajj: 36-37)

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Ayat tersebut mengandung isyarat yang sangat jelas agar kita menggali lebih dalam makna ibadah qurban dan menarik makna tersebut dalam prilaku dan kehidupan sehari-hari. Ayat tersebut menegaskan bahwa dalam ibadah qurban terdapat unsur-unsur:

    Pentingnya syi'ar agama Allah.
    Mengakui kebesaran Allah dan kelemahan diri adalah bagian terpenting dari syi'ar Allah tersebut.
    Penegakan solidaritas sosial kepada sesama umat Islam, khususnya, dan seluruh manusia pada umumnya.
    Kunci ridha Allah adalah ketaqwaan kepadaNya.

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan makna yang terkandung dalam kisah qur'ani di atas, maka kita akan mendapatkan pelajaran yang amat tinggi nilainya, yaitu kita harus mengupayakan diri secara maksimal untuk menomorsatukan Allah di atas segala-galanya. Karena kalau kita menomorsatukan Allah, maka Allah akan mengganti segala pengurbanan yang kita lakukan dalam rangka menomorsatukan Allah itu dengan yang lebih baik.

Menomorsatukan Allah berarti menegakkan Aqidah Tauhid sebagai aksis dan sentra kehidupan kita. Dengan tegaknya aqidah tauhid,  kita dapat mewujudkan umat tauhid, yaitu umat yang dijelaskan oleh Al-Quran dalam sifat-sifat antara lain:

    Terwujudnya pribadi yang diridhai Allah, yaitu pribadi muslim yang paripurna, penuh dengan moralitas, iman, islam, taqwa dan ihsan. (Al-Baqarah: 177).
    Terwujudnya keluarga dan rumah tangga yang diridhai Allah, yaitu rumah tangga yang sakinah yang diliputi mawaddah dan rahmah, sebagai anugerah Ilahi. (Al-Rum: 21).
    Terwujudnya qaryah (lingkungan kampung, desa, kampus, komplek/tempat kerja, pasar dan seterusnya) yang marhamah, yaitu kompleks yang kondosif dan "layak" menerima berkah Allah dari berbagai arah, karena warganya beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. (QS. Al-A'raf: 96).
    Terwujudnya baldah (negeri atau negara) yang diridhai Allah, yaitu baldah yang thayyibah, dan diliputi maghfirah Allah SWT. (QS. Saba': 15).
    Terwujudnya peradaban dunia yang diridhai Allah dunia yang hasanah yang (hasanah fi al-dunya) berkesinambungan dengan  akhirat yang hasanah (hasanah fi al-akhirah) (QS. Al-Baqarah: 201; Al-Qashash: 77).

Dengan tegaknya umat tauhid sebagaimana dikemukakan di atas, insya Allah berbagai ujian dan krisis yang menimpa kita akhir-akhir ini akan dapat diatasi atau setidak-tidaknya membuat kita tabah dan tahan uji dalam menghadapi krisis tersebut, atas ijin dan perkenan  Allah.

Sidang Jamaah Ihwanul Muslimin, rahimakumullah,

Demikianlah khutbah yang dapat saya sampaikan, dengan harapan akan dapat mendorong diri saya pribadi dan para jamaah sekalian untuk terus bangkit menegakkan kalimat tauhid dan mewujudkannya dalam kehidupan nyata sebagaimana dituntunkan oleh Risalah Islamiyah, yang dibawa oleh para Nabi dan rasul Allah, khususnya Rasulullah terakhir penyempurna seluruh risalah, Muhammad SAW.

Semoga Allah senantiasa memperkenan harapan dan doa kita. Amien, Ya Rabbal Alamien.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وعَلَى آلِهِ وأَصْحَابِهِ ومَنْ تَبِعَهُ اِلىَ يَوْمِ الدِّينِ وَارْحَمْناَ مَعَهُم بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن. أَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسلِمِينَ والمُسْلِمَاتِ، والمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ، الاَحيَاءِ مِنهُمْ والاَمْواتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْب الدَّعَوَات، فَيَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ . اللَّهُمَّ نَوِّرْ قُلُوبَنَا بِنُورِ هِدَايَةِ القُرْآنِ، وَثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلىَ الـتَّوْحِيْدِ وَالاِيْمَانِ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ بَلَدَنَا هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ. رَبَّنَا آتنَا فىِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا دُعَاءَنَا إِنَّكَ أنَتَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ . وَ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 KHUTBAH ‘IDUL ADHA 1426 H
UMAT ISLAM PERLU SIAP BERKORBAN

JIKA TIDAK INGIN MENJADI KORBAN

Allahu Akbar 9x, Walillahilhamd
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita. Di pagi hari yang mulia ini, kita diberi kesempatan untuk menyambut dan merayakan 'Idul Adha 1426 H. Umat Islam di seluruh belahan bumi, tak terkecuali yang ada di negeri ini, juga sedang merayakan hari yang agung ini dengan alunan takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil. Gema takbir itu pun diperintahkan untuk terus dikumandangkan selama hari tasyrik, tanggal 11, 12 , dan 13 Dzulhijjah.

Allahu Akbar 3x, Walillahilhamd

Sementara itu, jutaan umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji, pada hari ini sedang berkumpul di Mina. Iring-iringan mereka bergerak dengan perlahan, sejak dari Jumratul 'Ula, Jumratul Wustha, hingga Jumratul 'Aqabah. Mereka yang datang dari berbagai penjuru dunia, dengan beragam suku, bangsa, bahasa, dan warna kulit, bersatu padu dengan langkah yang sama untuk memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Keaneka-ragaman suku, bangsa, bahasa, dan warna kulit itu ternyata tak lagi membezakan mereka, satu sama lain, kerana sesungguhnya mereka telah dipersatukan dengan kesatuan aqidah dan hukum yang diturunkan oleh Allah, yang sedang mereka praktikkan dalam manasik haji mereka.

Allahu Akbar 3x, Walillahilhamd
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Pada hari Raya 'Idul Adha ini pula jutaan ekor haiwan korban disembelih sebagai wujud ketaatan pada perintah Allah Subhanahu wa ta’ala. Perintah untuk mengorbankan harta yang paling kita cintai sekalipun, sebagaimana yang dipraktikkan oleh Nabiyullah Ibrahin ‘Alaihi wa sallam. dengan begitu indah, saat dengan ikhl’Alaihi wa sallam beliau menunaikan perintah Allah untuk menyembelih putra tercintanya, Ismail ‘Alaihi wa sallam.

Sebuah pengorbanan yang luar biasa. Betapa tidak. Putra yang sudah dinantikan dan didambakan kelahirannya, yang diharapkan kelak menjadi penerus keturunan dan perjuangannya, yang baru tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, tampan, dan menawan, justeru diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk disembelih. Inilah bentuk pengorbanan yang luar biasa dari diri Nabi Ibrahim ‘Alaihi wa sallam. Juga pengorbanan luar biasa dari diri Nabi Ismail ‘Alaihi wa sallam, yang telah rela menyerahkan jiwa dan raganya untuk mengabdi kepada Allah.

Pengorbanan tersebut, Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah… sesungguhnya merupakan kesan dari kecintaan dan ketaatan yang sempurna dari seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, Sang Maha Pencipta, sebagaimana firman Allah:

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu memberikan (mengorbankan) apa yang kamu cintai." (Q.S. Ali Imran [03]: 92)

Kecintaan dan ketaatan adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Imam Al-Baidhawi berkata, "Cinta adalah keinginan untuk taat", sementara, al-Zujaj berkata, "Cinta manusia kepada Allah dan Rasul-nya adalah mentaati keduanya dan redha kepada semua perintah Allah dan ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya." Lebih lanjut, kecintaan dan ketaatan kepada Allah tidak mungkin boleh diwujudkan tanpa pengorbanan. Jadi, tak ada cinta tanpa ketaatan, dan tak ada ketaatan tanpa pengorbanan.

Pengorbanan yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihi wa sallam dan Ismail ‘Alaihi wa sallam, merupakan teladan bagi kita akan wujud kecintaan dan ketaatan yang sesungguhnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Kerana itu, jika kaum Muslim ingin mewujudkan kecintaan dan ketaatan yang sebenarnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, maka perlu siap untuk berkorban. Berkorban dalam hal ini, tentu tidak sekadar menyembelih haiwan korban, tapi berkorban dalam erti yang luas. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

"Katakanlah, 'Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (TQS. At-Taubah [9]: 24)

Dalam ayat ini, kita diperintahkan untuk menempatkan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya di atas kecintaan kepada yang lain. Ertinya, di saat Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan sesuatu yang menuntut pengorbanan baik berupa harta, keluarga, mahupun perniagaan yang kita cintai, kita perlu siap melakukannya. Pengorbanan inilah yang akan mendatangkan balasan dari Allah berupa keredhaan, ampunan, pertolongan, kemenangan, dan kemuliaan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

"Kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang Mukmin… (TQS. Al-Munaafiquun [63]: 8)

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah…

Jika kita nilai sejujurnya keadaan umat Islam saat ini, maka keadaannya amatlah jauh dari harapan. Umat yang semestinya hidup sejahtera di bumi yang kaya-raya ini, faktanya justeru hidup sengsara dalam kemiskinan dan kemelaratan. Kes kebuluran dijumpai di berbagai tempat. Angka pengangguran terus meningkat. Beban hutang luar negeri makin menjerat, dan beban kos sara hidup pun terus meningkat. Inilah sekilas gambaran keadaan umat di dalam negeri. Adapun keadaan umat Islam di luar negeri, keadaannya tidak jauh berbeza. Di berbagai negeri, umat Islam berada dalam keadaan tertindas dan terjajah. Tengoklah apa yang terjadi atas saudara kita yang ada di Palestin, Iraq, Afghanistan, Pattani, Australia, Perancis, Cina, Uzbekistan, dan sebagainya. Semuanya ini terjadi kerana umat Islam dalam keadaan yang sangat lemah. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh negara-negara Imperialis untuk menjajah kaum Muslim, baik secara langsung mahupun tidak.

Adapun kelemahan umat Islam itu sendiri pada dasarnya kerana lemahnya pemahaman mereka terhadap Islam. Lemahnya pemahaman ini adalah kesan daripada lemahnya praktik penerapan Islam dalam kehidupan mereka. Ini dapat dilihat dari fakta kehidupan kaum Muslim saat ini. Mereka beribadah haji dengan aturan Islam, solat dengan aturan Islam, menikah-kahwin dengan aturan Islam, tetapi mereka tidak mengelola sumber hasil buminya dengan aturan Islam, tidak mengatur ekonominya dengan aturan Islam, tidak mengatur sistem pertahanan dan keamanannya dengan aturan Islam, tidak menjalankan politik dalam dan luar negerinya dengan aturan Islam. Inilah yang menjadi penyebab lemahnya umat Islam.

Jika umat Islam lemah, mereka hanya akan menjadi korban. Korban ketamakan dan kerakusan negara-negara Imperialis yang selalu ingin mencengkamkan hegemoninya atas negeri-negeri Muslim.

Agar hal ini tidak terjadi, tentu umat Islam perlu kuat. Jika ingin kuat, umat Islam perlu hidup dengan Islam secara kaffah. Ertinya, perlu menjadikan Islam sebagai acuan dalam nengatur seluruh aspek kehidupan mereka, baik dalam urusan peribadi, keluarga, masyarakat, mahupun negara. Inilah kunci kejayaan umat dalam meraih kemuliaan. Kemuliaan di sisi Allah khususnya, dan di mata umat serta bangsa-bangsa lain pada umumnya.

Untuk meraih kemuliaan itu, tentu umat perlu berjuang. Untuk boleh berjuang, umat perlu siap berkorban. Sebab, tak pernah ada kemuliaan tanpa perjuangan, dan tak pernah ada perjuangan tanpa pengorbanan. Jadi, sesungguhnya hanya ada dua pilihan bagi kita. Apakah kita mahu berkorban untuk meraih kemuliaan, atau justeru akan menjadi korban, akibat kelemahan kita, kerana kita tidak mahu berkorban.

Allahu Akbar 3x, Walillahilhamd
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ingatlah, bahawasanya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Sesungguhnya darah-darah kalian dan harta-harta kalian merupakan kemuliaan bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari kalian ini, di bulan dan di negeri kalian ini." (HR. Muslim dari Jâbir).

Sabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam ini menjelaskan bahawa darah dan harta, termasuk kekayaan alam negeri-negeri Muslim, sesungguhnya merupakan kemuliaan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Kesemuanya wajib dijaga dan dipelihara untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Tidak dibenarkan pihak manapun untuk merampas kekayaan tersebut dan menodai kemuliaannya. Jika hal ini terjadi, maka umat wajib mempertahankannya, meskipun perlu mengorbankan harta dan jiwa mereka sekalipun. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda:

"Siapa saja yang dibunuh kerana mempertahankan hartanya, maka dia (terbunuh) sebagai syahid." (HR. al-Bukhâri dari 'Abdullâh bin 'Amr).

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Demikianlah, tanpa pengorbanan, kemuliaan takkan pernah boleh diraih. Kerana itu, jika umat ini benar-benar cinta kepada Allah dan mahu mengambil teladan dari Nabi Ibrahim dan Ismail ‘Alaihi wa sallam, maka mereka perlu siap dan rela berkorban dalam menempuh perjuangan. Adapun agenda perjuangan umat saat ini adalah:

Pertama, memantapkan aqidah dan keimanannya. Kedua, mengkaji dan memahami Islam secara kaffah. Ketiga, berperan aktif membangun kesedaran umat terhadap Islam secara kaffah. Keempat, memperjuangkan penerapan Islam secara kaffah tanpa kekerasan, sebagaimana metod dakwah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam. Kelima, menyatukan seluruh kaum Muslim di seluruh dunia di bawah naungan Khilafah Rasyidah 'ala minhaj an-nubuwwah, sehingga bendera Rasulullah Lailaha Illa-Llah Muhammadurrasulullah berkibar kembali di muka bumi.

Jika semua agenda ini dapat terlaksana, insya Allah kemenangan dan kemulian akan boleh diraih oleh umat Islam. Ketika itu terjadi, umat benar-benar akan bertakbir dalam kemenangan, bukan dalam kekalahan, sebagaimana yang dikumandangkan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam:

Allah Maha Besar, Tiada Dzat yang berhak disembah kecuali Allah, Dia benar-benar telah menepati janji-Nya (untuk memenangkan Islam dan ummatnya), menolong hamba-Nya serta memuliakan tentara-Nya, dan mengalahkan tentara-tentara pasukan sekutu (kafirin) dengan sendiri-Nya.

Allahu Akbar 3x, Walillahilhamd
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Akhirnya, kita berharap semoga para jama'ah haji berhasil meraih haji mabrur. Di tempat yang mustajab, mereka berdoa untuk dirinya, keluarganya, dan seluruh kaum Muslimin agar segera mendapatkan pertolongan Allah SUBHANAHU WA TA’ALA, dan dimenangkan atas musuh-musuh Allah dan musuh-musuh mereka. Semoga para pemimpin mereka juga tersedar, baik pemimpin keluarga, masyarakat, organisasi, mahupun negara, termasuk semua pemuka umat; bahawa mereka semua wajib berkorban untuk meraih kemuliaan Islam. Semoga kita dijadikan sebagai bahagian dari barisan orang-orang yang rela memberi pengorbanan demi kecintaan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dalam rangka menegakkan Islam secara kaffah, yang akan menjadi rahmat bagi seluruh alam…

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon perlindungan kepada-Mu, memohon ampunan-Mu; sungguh kami tidak berani mengkufuri-Mu; kami benar-benar mengimani-Mu dan melepaskan diri dari siapapun yang durhaka kepada-Mu; Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, untuk-Mu kami solat dan sujud, kepada-Mu kami melangkah dan berlari; kami mengharapkan kasih sayang-Mu, dan kami takut terhadap azab-Mu; Sungguh, azab-Mu yang benar-benar dahsyat terhadap kaum Kafir itu pasti juga akan ditimpakan pada yang lain; Ya Allah, azablah orang-orang Kafir yang menghalang-halangi jalan-Mu, mendustakan rasul-rasul-Mu; Ya Allah, ampunilah orang-orang Mukmin (lelaki dan perempuan) juga orang-orang Muslim (lelaki dan perempuan). Perbaikilah urusan mereka, satukan hati-hati mereka, serta jadikanlah iman dan hikmah dalam hati mereka. Terbarkanlah kepada mereka pemenuhan janji yang telah Engkau janjikan kepada mereka; menangkanlah mereka atas musuh-musuh-Mu dan musuh-musuh mereka. Duhai tuhan segala kebenaran, jadikanlah kami di antara mereka.

Wahai Rabb Yang mempunyai seluruh kerajaan, Engkaulah yang memberikan kerajaan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki; Engkau cabut kerajaan dari siapa saja yang Engkau kehendaki; Engkau muliakan siapa saja yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa saja yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan itu berada. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka tunaikanlah ya Rabb, apa yang telah Engkau janjikan kepada orang-orang yang telah beriman dan beramal soleh bahawa Engkau sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Engkau telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Engkau akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Engkau redhai untuk mereka, dan Engkau benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Amin ya Mujîb[a] as-Sâ'ilîn

Teks Khutbah Idul Adha 1424 H

JAKARTA - Untuk membantu kader dan simpatisan saat mengisi khutbah Idul Adha 1424 H, berikut ini disampaikan materi khutbah 'Id yang ditulis oleh Ustadz Abu Ridha, Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Berikut teks khutbah tersebut:

MEMAKNAI WASIAT NABI IBRAHIM

Oleh: Abu Ridha

الحمد لله له الملك وله الحمد وهو عل كل شيء قدير. الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم ايكم احسن عملا وهو العزيز الغفور. اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له الذى هدانا وانعمنا بالاسلام وامرنا بالجهاد ونور قلوبنا بالكتاب المنير. واشهد ان محمدا عبده ورسوله الذى بلغ الرسالة وادى الامانة ونصح الامة برسالته الخالدة رحمة للعالمين فى ايامنا هذا وفى يومئذ يوم عسير على الكافرين غير يسير. اللهم صل وسلم على هذا النبى الكريم محمد بن عبدالله وعلى اله واصحابه اجمعين.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَءَامِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Ma’asyiral Muslimin!

Ribuan tahun yang lalu, di tanah kering dan tandus, di kegersangan kawasan yang meranggas, di atas bukit-bukit bebatuan yang ganas, sebuah cita-cita universal ummat manusia dipancangkan. Nabi Ibrahim Alaihissalam, Abu al-Millah, telah memancangkan sebuah cita-cita yang kelak terbukti melahirkan peradaban besar. Cita-cita kesejahteraan lahir dan batin. Suatu kehidupan yang secara psikologis aman, tenteram, dan sentosa dan secara materi subur dan makmur.

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (QS, al-Baqarah: 126)

Pada hari ini jutaan manusia, dengan kesadaran keagamaan yang tulus, kembali mengenang peristiwa keagamaan yang sangat bernilai itu. Mereka coba merefleksikan maknanya pada berbagai bentuk ritual yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Maka jutaan manusia, dari berbagai etnik, suku, dan bangsa di seluruh penjuru dunia, mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, sebagai refleksi rasa syukur dan sikap kehambaan mereka kepada Allah SWT. Sementara jutaan yang lain sedang membentuk lautan manusia di tanah suci Makkah, menjadi sebuah panorama menakjubkan yang menggambarkan eksistensi manusia di hadapan kebesaran Rabb Yang Maha Agung. Mereka serempak menyatakan kesediaannya untuk memenuhi panggilan-Nya, “Labbaika Allahumma labbaik, labbaika lasyarikalaka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk la syarika lak.”

Sesungguhnya apa yang dipancangkan oleh Nabi Ibrahim itu adalah sebuah momentum sejarah yang menentukan perjalanan hidup manusia sampai sekarang ini. Ia menghendaki sebuah masyarakat ideal yang bersih; yang merupakan refleksi otentik interaksinya dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai luhur, dan tata aturan (syariat) yang telah menjadi dasar kehidupan bersama. Sebab keidealan dan kebersihan sebuah masyarakat hanya mungkin terjadi jika terdapat kesesuaian antara realitas aktual dengan keyakinan (aqidah), nilai-nilai luhur (akhlaq), dan tata aturan (syariat) yang diyakini.

Cerminannya: terbangunnya kehidupan yang seimbang dan tenteram; strkturnya yang stabilitas dan kokoh; dan produktifitasnya laksana kebun yang pohon-pohonnya rindang yang akar-akarnya kokoh menghunjam ke bumi, tertata dan terawat, enak dipandang, dan buah (kemanfaatan)-nya tidak mengenal musim, serta sekaligus menjadi tempat persemaian generasi mendatang.

Sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan tata kehidupan yang telah dipancangkan oleh Nabi Ibrahim itulah yang terbukti melahirkan cita-cita ketenteraman dan kemakmuran hidup manusia. Itulah agama Nabi Ibrahim, agama Islam yang tulus dan jelas. Tidak ada yang membencinya kecuali orang yang menzhalimi, memperbodoh, dan merendahkan diri sendiri.

Ibrahim adalah suri tauladan abadi. Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan tata aturan ilahiah selalu menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. “Ketika Allah berfirman kepadanya, “Tunduk patuhlah (Islamlah),” maka ia tidak pernah menunda-nundanya walau sesaat, tidak pernah terbetik rasa keraguan sedikit pun, apa lagi menyimpang. Ia menerima perintah itu dengan seketika dan dengan penuh ketulusan.

Ternyata keislaman Ibrahim tidak hanya untuk dirinya sendiri, ketundukannya kepada ajaran-ajaran dan syari’at Allah bukan hanya buat dirinya sendiri, bahkan tidak hanya untuk generasi sezamannya, melainkan untuk seluruh generasi ummat manusia. Atas dasar itulah beliau wariskan Islam dan sikap ketundukan kepadanya untuk anak cucu sepeninggalnya, untuk generasi berikutnya sampai akhir masa.

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".Wahai anak-anakku! Sesungguhnyaa Allah telah memilih agama ini bagimu!” (QS, al-Baqarah [2]: 132)

Ma’asyiral Muslimin!

Allahu Akbar 3x Allahu Akbar wa lillahi al-hamd

Apa yang diwasiatkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub tersebut jelas mengisyaratkan agar anak cucu mereka, agar generasi sesudahnya menerima dan menegakkan Islam secara utuh serta konsisten dalam merealisasikan cita-cita kesejahteraan. Ketulusan dalam menerima dan menegakkan Islam serta konsistensi pada cita-cita luhur adalah jaminan untuk memperoleh kesejahteran hidup. Sebaliknya, ketidakpatuhan dan inkonsistensi kepada Islam dapat menjermuskan kehidupan kaum muslimin ke dalam lembah yang penuh nestapa dan akan menjerembabkan manusia ke dalam krisis multi dimensi yang berkepanjangan.

Rasulullah SAW 14 abad lebih yang lalu memberikan isyarat tentang situasi yang akan menimpa sebuah bangsa yang tidak konsisten menjalan tata aturan agama. Mereka akan dilanda berbagai krisis (sosial, politik, ekonomi, moral, dan budaya) yang berkepanjangan.

إذا اقترب الزمان كثر لبس الطيالسة وكثرت التجارة وكثر المال وعظم رب المال وكثرت الفاحشة وكانت إمرة الصبيان وكثر النساء وجار السلطان وطفف في المكيال والميزان يربي الرجل جرو كلب خير له من أن يربي ولداً ولا يوقر كبير ولا يرحم صغير ويكثر أولاد الزنا حتى إن الرجل ليغشى المرأة على قارعة الطريق فيقول أمثلهم في ذلك الزمان: لو اعتزلتم عن الطريق، يلبسون جلود الضأن على قلوب الذئاب أمثلهم في ذلك الزمان المداهن".( الطبراني) ‏

“Apabila akhir zaman semakin dekat maka banyak orang yang berpakaian jubah, dominasi perdagangan, harta kekayaan melimpah, para pemilik modal diagungkan, kemesuman merajalela, kanak-kanak dijadikan pemimpin, dominasi perempuan, kelaliman penguasa, manipulasi takaran dan timbangan, orang lebih suka memelihara anjing piaraannya daripada anaknya sendiri, tidak menghormati orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang kecil, membiaknya anak-anak zina, sampai-sampai orang bisa menyetubuhi perempuan di tengah jalan, maka orang yang paling baik di zaman itu hanya bisa mengatakan: tolonglah kalian menyingkri dari jalan, mereka berpakaian kulit domba tetapi berhati serigala, orang paling ideal di zaman itu adalah para penjilat.” (HR, Thabrani)

Fenomena sosial yang dikhawatirkan Rasulullah SAW tersebut pada kenyataannya telah bermunculan di tengah-tengah bangsa yang sedang dirundung krisis multi dimensi ini. Kita dapat menyaksikan lahirnya manusia-manusia yang secara zahir berpenampilan rapih, bersih, menarik, perlente, dengan gaya dan isi pembicaraan yang memukau seolah ingin menggambarkan tingginya kemampuan intelektual mereka dan keberpihakan kepada kebenaran dan keadilan. Padahal, kondisi sebenarnya adalah mereka membenci dan memusuhi tegaknya kebenaran dan keadilan dalam kehidupan bahkan sekedar untuk dirinya sendiri. Orang-orang seperti itulah yang kemudian populer disebut politisi busuk dan birokrat tengik.

Celakanya, tampilan diri yang dapat menutupi dan mengelabui pandangan orang tentang kondisi bathin yang sesungguhnya sehingga menjalani hidup penuh dengan kepura-puraan telah menjadi realitas sosial yang membudaya. Akibatnya, terjadi pergeseran norma-norma sosial dan budaya yang pada akhirnya membiakkan berbagai perilaku menyimpang yang berpengaruh besar terhadap keamanan dan kenyamanan hidup bermasyarakat.

Tentu saja gaya hidup seperti itulah yang mengobarkan kemunafiqan dan kepura-puraan di semua sektor kehidupan. Di sana ada politisi busuk, birokrat tengik, pemimpin yang tidak berkualitas yang kerjanya hanya mengeruk kekayaan buat dirinya sendiri, pedagang culas yang tidak mengindahkan norma-norma, para suami yang tidak berdaya, dan merebaknya dekadensi moral yang dilakukan masyarakat secara terang-terangan.

Dalam waktu yang sama ketidakberdayaan untuk memberantas berbagai jenis perilaku menyimpang itu telah menyerang semua lapisan masyarakat. Akibatnya persepsi dan pandangan orang menjadi berubah. Perilakunya telah melenceng jauh dari nita-nilai dan aturan agama. Salah satunya adalah pandangan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesucian diri dari segala perbuatan nista dan dari bahaya hubungan seksual di luar nikah (zina).

Beberapa tahun lalu kita merasakan adanya suatu pandangan yang sama di tengah masyarakat bahwa berhubungan seksual di luar nikah adalah sesuatu yang sangat aib dan merupakan dosa besar yang harus benar-benar dijauhi, baik oleh yang belum maupun yang sudah menikah. Pandangan ini diterima sebagai suatu norma yang berlaku di masyarakat, sehingga bila ada orang yang melanggarnya akan mendapat perlakuan yang seragam dari seluruh lapisan masyarakat di mana saja. Ia akan menerima sangsi sosial berupa penyingkiran dari pergaulan sosial, dimusuhi, tidak mendapatkan hak-haknya sebagai warga dsb. Akibatnya, ia akan teralienasi dari masyarakatnya, merasakan kehidupan yang sempit dan tersiksa, serta merasakan sebagai pihak yang ‘terhukum’ Hal ini akan melahirkan perasaan ‘jera’ yang efektif mengurangi frekuensi pengulangan.

Namun lihatlah kondisi masyarakat kita sekarang ini. Berzina dianggap sebagai salah satu ciri gaya hidup modern dan menutupi aibnya dengan dalih sebagai ’tuntutan zaman’. Kemudian pandangan ini dipopulerkan di tengah masyarakat, sehingga terjadi perubahan-perubahan norma sosial. Berbagai perilaku menyimpang terjadi di mana-mana. Dari mulai kejahatan politik sampai kejahatan moral. Akibatnya masyarakat merasa kesulitan untuk memilah dan membedakan mana perbuatan yang baik yang dapat membawa keamanan dan kebahagiaan hidup, dan mana perbuatan buruk yang dapat membawa kesengsaraan pada kehidupan.

Kondisi seperti pasti akan mengobarkan dekadensi moral di mana-mana. Menurut data BKKBN: 1,6 juta orang melakukan aborsi. Penelitian lain dari Pusat Informasi Keluarga Berkualitas mencatat: di Indonesia terjadi 2,5 juta aborsi setiap tahunnya, sebagiannya dilakukan oleh remaja. Menurut PKBI Wonosobo,1/3 remaja puteri di Wonosobo telah hamil di luar nikah. Sedangkan di Yogyakarta setiap bulan ada 30 anak kos yang hamil. Di Palembang tercatat 20% mahasiswi melakukan hubungan seks pranikah. Di Surabaya, 6 dari 10 gadis tidak perawan lagi. Dalam catatan Dr. Boyke Dian Nugraha diperkirakan 20-15 persen remaja Indonesia pernah ngeseks sebelum nikah.

Kebejatan moral seperti itu masih diperparah oleh perilaku para pemipin bangsa yang bobrok. Mereka terus melakukan korupsi dan manipulasi, penipuan dan penyalahgunaan jabatan. Survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Th.2002 mencatat Indonesia sebagai negara terkorup di Asia. Sedangkan indeks korupsi versi Transparancy International (TI) menempatkan Indonesia pada posisi ketujuh terkorup di 102 negara.

Akibatnya dalam dunia ekonomi kita mengalami keterpurukan luar biasa yang menyebabkan kita dikangkangi sistem kapitalisme global yang terus memiskinkan bangsa-bangsa di dunia. Lihat saja kenyataan berikut: Dalam catatan Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) Bambang Widianto dalam Kongres ISEI di Malang pada tahun 2005 diperkirakan angka pengangguran terbuka menjadi 11,19 juta jiwa. Sedangkan angka kemiskinan dalam catatan Sensus Nasional 1990-2003 tidak kurang dari 17,4 % dari total penduduk Indoesia.

Celakanya sampai saat ini belum terlihat upaya serius untuk keluar dari krisis yang telah mengepung bangsa ini. Lebih celaka lagi masih terlihat keengganan bangsa ini, termasuk dari kalangan pemimpinnya, untuk kembali ke akar budayanya, yaitu Islam yang dilukiskan oleh Nabi Ibrahim sebagai satu-satunya jalan menuju pencapaian cita-cita kesejahteraan. Islam adalah satu-satunya jalan menuju masyarakat yang bersih dan berkeadilan. Mudah-mudahan Pemilu yang akan datang dapat melahirkan transformasi kepemimpinan sehingga memunculkan pemimpin-pemimpin yang bersih dan peduli; yang dapat mengarahkan kehidupan bangsa ini ke cita-cita luhurnya, hidup aman sentosa dan makmur di bawah naungan ridha Ilahi.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ

Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, perbaikilah di antara mereka, lembutkanlah hati mereka dan jadikanlah hati mereka keimanan dan hikmah, kokohkanlah mereka atas agama Rasul-Mu SAW, berikanlah mereka agar mampu menunaikan janji yang telah Engkau buat dengan mereka, menangkan mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka, wahai Ilah yang hak jadikanlah kami termasuk dari mereka.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ

Ya Allah, perbaikilah sikap keagamaan kami sebab agama adalah benteng urusan kami, perbaikilah dunia kami sebagai tempat penghidupan kami, perbaikilah akhirat kami sebagai tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan kami di dunia sebagai tambahan bagi setiap kebaikan. Jadikanlah kematian kami sebagai tempat istirahat bagi kami dari setiap keburukan.

اللّهمَّ حَبِّبْ إلَيْنَا الإيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ

Ya Allah, jadikanlah kami mencintai keimanan dan hiasilah keimanan tersebut dalam hati kami. Dan jadikanlah kami membenci kekufuruan, kefasikan dan kemaksiatan dan jadikanlah kami termasuk orang yang mendapat petunjuk.

اللهم عذِّبِ الكَفَرَةَ الذين يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ ويُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ ويُقاتِلُونَ أوْلِيَاءَكََّ

Ya Allah siksalah orang kafir yang menghalangi jalan-Mu, dan mendustai rasul-rasul-Mu, membunuh kekasih-kekasih-Mu..

اللّهمَّ أَعِزَّ الإسْلاَمَ وَالمسلمين وَأَذِلَّ الشِّرْكَ والمشركين وَدَمِّرْ أعْدَاءَ الدِّينِ وَاجْعَلْ دَائِرَةَ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ يا ربَّ العالمين

Ya Allah, muliakanlah Islam dan umat Islam, hinakanlah syirik dan orang-orang musyrik, hancurkanlah musuh agama, jadikan keburukan melingkari mereka, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah, cerai beraikan persatuan dan kekuatan mereka, siksalah mereka, sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu, wahai Rabb alam semesta.

اللهم فَرِّقْ جَمْعَهُمْ وَشَتِّتْ شَمْلَهُمْ وَخُذْهُمْ أَخْذَ عَزِيْزٍ مُقْتَدِرٍ إنَّكَ رَبُّنَا عَلَى كلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٍ يَا رَبَّ العالمين

Ya Allah, cerai beraikan persatuan dan kekuatan mereka, siksalah mereka, sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu, wahai Rabb alam semesta.

اللهمَّ ارْزُقْنَا الصَّبْرَ عَلى الحَقِّ وَالثَّبَاتَ على الأَمْرِ والعَاقِبَةَ الحَسَنَةَ والعَافِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةٍ والسَّلاَمَةَ مِنْ كلِّ إِثْمٍ والغَنِيْمَةَ مِنْ كل بِرٍّ والفَوْزَ بِالجَنَّةِ والنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Ya Allah, berilah kesabaran kepada kami atas kebenaran, keteguhan dalam menjalankan perintah, akhir kesudahan yang baik dan ‘afiyah dari setiap musibah, bebas dari segala dosa, keuntungan dari setiap kebaikan, keberhasilah dengan surga dan selamat dari api neraka, wahai dzat yang Maha Pengasih.

رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

وصَلِّ اللهمَّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سيدِنا مُحَمّدٍ وعلى آلِهِ وصَحْبِهِ وَسلّم والحمدُ للهِ

0 Komentar untuk "KHUTBAH IDUL ADHA - BERKUBAN DEMI PERSATUAN DAN KESATUAN UMAT ISLAM DI BAWAH NAUNGAN KHILAFAH"

 
Copyright © 2014 Damai7 - All Rights Reserved
Template By. Konsen Fokus